sebuah potret
Beberapa waktu lalu sebuah potret berhalu lalang di beranda saya, membuang saya memikirkan semuanya. Saya tidak memikirkan tentang si pemilik potret, saya hanya memikirkan tentang seseorang yang dulu pernah menaruh tatap pada sosok dibalik potret tersebut.
Saya menulis,
bukan karena ingin tapi karena butuh. Setelah hari itu, satu-satunya obat untuk
mengobati ya Cuma dengan menulis. Saya menulis untuk melepaskan semuanya meski
esok saat mentari menyapa ya rasa itu tetap akan sama, tapi setidaknya saya
dapat tidur tenang malam ini karena sesak tidak akan lama-lama bertamu karena
sudah saya curahkan semua disini.
Saya tahu
mungkin dia jauh lebih melekatkan tatap pada sosok yang saya lihat beberapa waktu
lalu, tapi kalau boleh egois saya ingin berteriak didepan mukanya menunjukkan
siapa yang seharusnya lebih ia harap. Bukan, bukan saya. Saya cukup sadar diri
bahwa saya tidak sepantas itu. Saya tidak sehebat itu untuk dia lekatkan pada
tatapnya.
Bahkan setelah
semuanya tidak ada apa-apanya, dengan tidak tahu diri benak saya masih
bertanya-tanya tentang dia dan menimbang setiap hal baik yang harus dia ambil
ataupun hal buruk yang harus dia hindari. Tapi untuk apa, dia tidak akan dating
lagi seperti menanyakan hal-hal seperti itu lagi. Tidak aka nada lagi sosok dia
yang seperti itu. Saya memang tidak punya hak untuk mengatakan padanya mana
yang baik dan buruk, tapi saya masih punya hak untuk mendoakan agar segala hal
baik menghampiri hidupnya.
Jika boleh
egois saya hanya ingin bilang, saya ikhlas dia dengan siapa saja asal jangan
dengan sosok yang saya lihat barusan, saya tidak akan kuat. Sekian.
Comments
Post a Comment