Beberapa waktu lalu sebuah potret berhalu lalang di beranda saya, membuang saya memikirkan semuanya. Saya tidak memikirkan tentang si pemilik potret, saya hanya memikirkan tentang seseorang yang dulu pernah menaruh tatap pada sosok dibalik potret tersebut. Saya menulis, bukan karena ingin tapi karena butuh. Setelah hari itu, satu-satunya obat untuk mengobati ya Cuma dengan menulis. Saya menulis untuk melepaskan semuanya meski esok saat mentari menyapa ya rasa itu tetap akan sama, tapi setidaknya saya dapat tidur tenang malam ini karena sesak tidak akan lama-lama bertamu karena sudah saya curahkan semua disini. Saya tahu mungkin dia jauh lebih melekatkan tatap pada sosok yang saya lihat beberapa waktu lalu, tapi kalau boleh egois saya ingin berteriak didepan mukanya menunjukkan siapa yang seharusnya lebih ia harap. Bukan, bukan saya. Saya cukup sadar diri bahwa saya tidak sepantas itu. Saya tidak sehebat itu untuk dia lekatkan pada tatapnya. Bahkan setela...